sastra bagiku duniaku, dan ilmu adalah mata keduaku. Jika aku kehilangan salah satu dari itu aku tiada. tak pernah diperhitungkan sebagai manusia beradab.Tak pernah dianggap ada karena semangat, percaya diri itu adalah motivasi keduaku setelah keberadaan Tuhanku. dan sesudah nasehat motivator sejatiku

6.29.2010

Danau Raksasa Terekam di Bulan Saturnus

Sebuah danau yang luasnya sebanding dengan Danau Ontario di Amerika Utara terekam di dekat kutub utara Titan, salah satu bulan Planet Saturnus. Para peneliti memberinya nama Ontario Lacus.

Ini pengamatan pertama yang memberikan bukti kuat bahwa Titan memiliki genangan cairan di permukaannya,Danau yang memanjang 235 kilometer tersebut diperkirakan memiliki luas 20.000 kilometer persegi. Cairan yang mengisi danau tersebut mungkin bukan air, melainkan methan dan ethan, jenis senyawa hidrokarbon yang berupa gas di Bumi.






Brown dan koleganya dapat mendeteksi danau tersebut dengan spektrometer visual dan inframerah yang dibawa wahana Cassini. Dengan instrumen tersebut, wahana yang tengah menjelajah di sekitar Saturnus dan bulan-bulannya itu dapat membedakan batuan, pasir, dan cairan.

Penemuan danau di Titan bukanlah hal yang mengejutkan. Benda langit yang berukuran 1,5 kali bulan dan lebih besar daripada Merkurius itu adalah satu-satunya obyek luar angkasa yang memiliki atmosfer tebal seperti sebuah planet. Para peneliti sebelumnya meyakini bahwa permukaan Titan juga memiliki lautan
Read More : Danau Raksasa Terekam di Bulan Saturnus

Aurora Raksasa Terekam di Kutub Planet Saturnus

Seperti di planet-planet lainnya, misalnya Bumi atau Jupiter, cahaya aurora pun terlihat di Planet Saturnus. Wahana ruang angkasa Cassini berhasil merekam fenomena yang langka tersebut saat melintas dekat planet raksasa tersebut.

Aurora terbentuk saat partikel-partikel bermuatan listrik yang dipancarkan Matahari menabrak medan magnet. Saat menembus lapisan atmosfer, perubahan muatannya menghasilkan semburat cahaya berwarna-warni.


Cahaya aurora yang direkam Cassini terjadi di atas salah satu kutub Saturnus. Namun, aurora yang terjadi di Saturnus mengejutkan para ilmuwan di badan antariksa AS (NASA) karena sangat luas.

"Ini tidak sekadar aurora seperti di Jupiter atau Bumi. Aurora ini melingkupi wilayah yang sangat luas di sepanjang kutub. Pendapat kami sebelumnya mengira daerah tersebut kosong, jadi menemukan aurora seterang itu merupakan kejutan besar,

Rekaman inframerah yang dibat Cassini menunjukkan aurora tersebut mengalami perubahan yang konstan. Rata-rata muncul dengan periode selama 45 menit sebelum akhirnya hilang.
Read More : Aurora Raksasa Terekam di Kutub Planet Saturnus

Manusia Belum Pernah Mendarat di Bulan?

Empat puluh tahun telah berlalu sejak dunia dikejutkan oleh kabar keberhasilan pendaratan Apollo 11 di Bulan. Benarkah astronot Neil Armstrong telah menjejakkan kakinya di satelit Bumi tersebut?

Pertanyaan menggelitik itu memang terus menyertai kisah misi Apollo 11 dan pendaratannya di permukaan Bulan pada 21 Juli 1969.

Kemudian, astronot Neil Armstrong dan Edwin ”Buzz” Aldrin berjalan di permukaan Bulan. Cuplikan video menggambarkan Armstrong mengibarkan bendera Amerika Serikat dan melompat-lompat. Aksi ini menegaskan keberhasilan pendaratan manusia di Bulan.

Sejumlah pihak menyangsikan pendaratan itu. Cuplikan video tersebut penuh dengan keganjilan. Ada yang menganggap video itu tidak dibuat di Bulan, tetapi di sebuah tempat khusus di sekitar Negara Bagian Arizona, AS.

Astronom Phil Plait termasuk yang sangsi. Dia memberikan penjelasan pada sebuah program radio ”Are We Alone” yang dikelola SETI Institute. Ini adalah lembaga nirlaba di California, AS, yang fokus pada penjelasan keberadaan makhluk pintar lain di jagat raya.

Plait mengatakan, ada pihak yang skeptis dengan mempertanyakan foto-foto Armstrong dan Aldrin yang memperlihatkan langit tanpa bintang. ”Tidak ada atmosfer di Bulan sehingga bintang-bintang seharusnya terlihat lebih terang.”

Pihak yang skeptis juga mempersoalkan bendera AS dalam cuplikan video yang tampak berkibar, padahal di Bulan tidak ada udara.

Mereka juga mengajukan teori bahwa para astronot mungkin sudah terpanggang radiasi ketika menembus sabuk Van Allen dalam perjalanan ke Bulan.

Kepercayaan melemah

Sebenarnya kepercayaan soal pendaratan di Bulan itu sudah semakin lemah dalam beberapa tahun terakhir. Isu ini mencuat kembali ketika TV Fox pada 2001 menyiarkan sebuah program yang diberi judul ”Conspiracy Theory: Did We Land on the Moon?”

Acara TV Fox itu, kata Dr Tony Philips, pada situs Science@NASA, menggambarkan betapa Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) tidak lebih dari sekadar ”produser film yang tolol”.

Semua kesangsian itu telah sering dijawab langsung Armstrong, komandan misi Apollo 11. Tokoh kelahiran Wapakoneta, Ohio, 5 Agustus 1930, itu bersama astronot Buzz Aldrin mengaku telah menikmati permukaan Bulan selama 2,5 jam.

Di Bulan, mereka berdua menancapkan bendera AS dan sebuah spanduk bertuliskan ”Di sini manusia dari planet Bumi menginjakkan kakinya pertama kali. Kami datang dengan damai untuk seluruh umat manusia”.

Mengapa awalnya banyak yang percaya? Bagi AS, pendaratan di Bulan adalah sebuah pencapaian besar yang membuat AS seolah-olah unggul dari pesaing utama ketika itu, Uni Soviet, dalam program luar angkasa.

Bagi salah satu pesaing AS saat ini, Rusia, teori konspirasi mengenai kebohongan pendaratan di Bulan tahun 1969 itu menjadi semakin populer. Rusia membuat sejumlah situs bahkan film-film dokumenter di televisi untuk menyampaikan kebohongan besar pendaratan di Bulan itu.

Konstelasi


Boleh jadi, hal itu pula yang membuat mantan Presiden AS George W Bush memutuskan untuk menghapuskan penerbangan pesawat ulang alik pada 2010 setelah musibah pesawat ulang alik Columbia pada 2003.

Sebagai gantinya, Bush pada 2004 meluncurkan program lebih ambisius, Constellation (Konstelasi), yang bertujuan membawa warga AS kembali ke Bulan pada 2020, dan menggunakan Bulan sebagai tempat peluncuran pesawat luar angkasa berawak manusia menuju Mars.

Michael Griffin, mantan pemimpin NASA yang mendorong program Constellation, menjelaskan, pesawat ulang alik membuat AS bertahan terlalu lama pada penerbangan luar angkasa di orbit rendah, padahal kini muncul pesaing baru dalam program luar angkasa, antara lain China. ”Kita (AS) harus kembali ke Bulan karena itu adalah langkah berikutnya. Bulan hanya beberapa hari dari rumah. Mars hanya beberapa bulan dari Bumi,” papar Griffin.

Sayangnya, anggaran NASA tidak cukup untuk membiayai pembuatan kapsul Orion Constellations, kapsul yang lebih maju dan lebih besar ketimbang versi kapsul Apollo. NASA juga kekurangan biaya untuk menyiapkan roket peluncur Ares I dan Ares V yang diperlukan untuk mengirim kapsul itu ke orbit.

Biaya keseluruhan Constellation itu diperkirakan 150 miliar dollar AS. Anggaran eksplorasi luar angkasa AS pada 2009 hanya 6 miliar dollar AS.

Wajar apabila Senator Bill Nelson (Florida) menegaskan, NASA tidak akan bisa melakukan tugas yang diberikan kepadanya, yaitu berada di Bulan pada 2020. Senator yang mantan astronot itu bahkan mengkhawatirkan, saat program pesawat ulang alik berakhir, AS tak akan bisa mengirimkan astronotnya ke stasiun luar angkasa ISS, kecuali menumpang Soyuz milik Rusia.

Hal itu tentu menjadi kabar buruk bagi NASA dan khususnya Armstrong yang tentu tidak ingin pendaratannya di Bulan menjadi bahan olok-olokan. Meski demikian, ada cara pembuktian lebih sederhana, yaitu menemukan kembali bendera dan spanduk yang ditancapkan Armstrong itu dengan teleskop dari Bumi. Tentu dengan harapan bendera itu masih tertancap di tempatnya.
Read More : Manusia Belum Pernah Mendarat di Bulan?

Pendaratan di Bulan: Akal Sehat Vs Teori Konspirasi


Pendaratan di Bulan—yang pertama dilakukan oleh astronot Amerika Serikat, Neil Armstrong, 20 Juli 1969—telah dicatat dalam sejarah sebagai salah satu pencapaian paling besar dari umat manusia. Namun, kini, setiap kali orang ingin merayakannya, berseliweran artikel yang melecehkannya. Kini memang dikenal istilah ”kontroversi pendaratan di Bulan”, atau malah ”The Great Moon Hoax” atau ”Kebohongan Bulan yang Hebat”.

Menurut Dr Tony Phillips, seorang pendidik sains, di situs Science@NASA, semua bermula ketika stasiun televisi Fox menayangkan program TV berjudul Conspiracy Theory: Did We Land on the Moon?, 15 Juli 2001. Sosok yang tampil dalam tayangan itu menyatakan bahwa teknologi Badan Penerbangan dan Antariksa AS (NASA) pada tahun 1960-an belum mampu untuk mewujudkan misi pendaratan di Bulan yang sesungguhnya. Namun, karena tidak ingin kalah dalam lomba ruang angkasa dalam konteks Perang Dingin, NASA lalu menghidupkan Program Apollo di studio film.

Dalam skenario ini, langkah pertama Neil Armstrong yang bersejarah di dunia lain, juga pengembaraan dengan kendaraan Bulan, bahkan ayunan golf astronot Al Shepard di Fra Mauro (salah satu tempat di Bulan) semua palsu!

Ya, menurut acara TV Fox di atas, NASA menjadi produser film yang bloon 30 tahun sebelumnya (dari saat acara tersebut ditayangkan tahun 2001). Sebagai contoh, pakar dalam acara Conspiracy Theory menunjuk bahwa dalam foto astronot yang dikirim dari Bulan tidak menampakkan bintang-bintang di langit Bulan yang gelap. Apa yang terjadi? Apakah pembuat film NASA lupa menyalakan konstelasi bintang?
NASA menyebutkan, perkara itu sudah dijawab oleh fotografer bahwa memang sulit untuk memotret satu obyek yang sangat terang dan satu obyek lain yang sangat redup di lembar film yang sama karena memang emulsi film pada umumnya tidak punya cukup ”rentang dinamik” untuk mengakomodasi obyek yang sangat berbeda tingkat terangnya. Astronot dengan pakaian angkasanya jadi obyek yang terang, dan kamera yang diset untuk memotret mereka akan membuat bintang-bintang latar belakang terlalu lemah untuk dilihat.
Lainnya yang dipersoalkan adalah foto astronot yang menancapkan bendera di permukaan Bulan, mengapa benderanya seperti berkibar bergelombang? Mengapa bisa terjadi demikian, padahal tidak ada angin di Bulan? Dijelaskan, tidak semua bendera yang berkibar membutuhkan angin. Itu karena astronotketika menanam tiang benderamemutar-mutarnya agar menancap lebih baik. Itu membuat bendera berkibar.
NASA dalam kaitan tuduhan rekayasa pendaratan Bulan ini mempersilakan siapa pun yang tetap meragukan pendaratan di Bulan untuk mengakses situs-situs BadAstronomy.com dan Moon Hoax, yang merupakan situs independen, tidak disponsori NASA. Astronom Martin Hendry dari Universitas Glasgow dalam edisi khusus ”40 Tahun Pendaratan di Bulan” Knowledge yang diterbitkan BBC juga menguraikan lagi tangkisan terhadap Teori Konspirasi.

Akal sehat
Namun, menurut Tony Phillips, bantahan paling baik atas tuduhan Kepalsuan Bulan ini adalah akal sehat. Ada selusin astronot yang berjalan di Bulan antara 1969 dan 1972. Di antara mereka masih ada yang hidup dan bisa memberikan kesaksian. Mereka juga kembali ke Bumi tidak dengan tangan kosong. Astronot Apollo membawa kembali 382 kg batu Bulan ke Bumi.
Kalau orang meragukan batu ini dari Bulan, Ilmuwan Kepala di Sains dan Eksplorasi Planet di Pusat Ruang Angkasa Johnson David McKay menegaskan bahwa batuan Bulan sangat unik, jauh berbeda dengan batuan Bumi. Pada sampel Bulan tadi, menurut Dr Marc Norman, ahli geologi Bulan di Universitas Tasmania, hampir tidak ada tangkapan air di struktur kristalnya. Selain itu, mineral lempung yang banyak dijumpai di Bumi sama sekali tidak ada di batuan Bulan. Sempat ditemukan partikel kaca segar di batuan Bulan yang dihasilkan dari aktivitas letusan gunung berapi dan tumbukan meteorit lebih dari 3 miliar tahun silam. Adanya air di Bumi dengan cepat memecahkan kaca vulkanik seperti itu hanya dalam tempo beberapa juta tahun.
Mereka yang pernah memegang batu Bulankalau di AS, seperti yang ada di Museum Smithsoniandipastikan akan melihat bahwa batu tersebut berasal dari dunia lain karena batu yang dibawa angkasawan Apollo dipenuhi kawah-kawah kecil dari tumbukan meteoroid, dan itu menurut McKay hanya bisa terjadi pada batuan dari planet (atau benda langit lain) dengan atmosfer tipis atau tanpa atmosfer sama sekali, seperti Bulan.
Dalam jurnal Knowledge, Martin Hendry masih mengemukakan sederet tangkisan terhadap argumen yang diajukan oleh penganut Teori Konspirasi, seperti tentang sudut bayangan dalam foto yang aneh. Lainnya lagi yang dijawab adalah mengapa tidak ada kawah ledakan di bawah modul Bulan (yang disebabkan oleh semburan roket modul pendarat); lalu juga mengapa sabuk radiasi Bumi tidak menyebabkan kematian pada astronot? Yang terakhir, mengapa tidak ada semburan bahan bakar yang tampak ketika modul pendarat lepas landas meninggalkan Bulan? Jawabannya karena modul Bulan menggunakan bahan bakar aerozine 50, campuran antara hidrazin dan dimethylhydrazine tidak simetri yang menghasilkan asap tidak berwarna, meski kalau ada warna sekalipun kemungkinan besar juga tak terlihat dengan latar belakang permukaan Bulan yang disinari Matahari.

Masa depan

Kini, umat manusia kembali berada dalam satu lomba angkasa baru. Dalam lomba sekarang ini, Bulan tak hanya menjadi destinasi akhir, tetapi akan dijadikan sebagai batu lompatan untuk menuju destinasi lebih jauh, misalnya Planet Mars.
Tahun 2004, Presiden (waktu itu) George W Bush mencanangkan Kebijakan Eksplorasi Angkasa yang sasarannya adalah kembali ke Bulan tahun 2020 dan selanjutnya ke Mars. Jepang tahun 2005 juga mencanangkan tekad serupa, pada tahun 2025. Kekuatan antariksa lain yang harus disebut dan juga telah menyatakan tekad mendaratkan warganya di Bulan adalah Rusia, China, dan India, juga tahun 2020.
Dalam perspektif inilah terlihat bagaimana bangsa-bangsa besar dunia bekerja keras mewujudkan impian besar. Ruang angkasa sebagai Perbatasan Terakhir (The Final Frontier) tidak saja menjanjikan prestise, tetapi juga masa depan, dan keyakinan bahwa, dengan bisa hadir di sana, ada banyak perkara di Bumi yang akan bisa ikut dibantu penyelesaiannya.
Read More : Pendaratan di Bulan: Akal Sehat Vs Teori Konspirasi

Musik Matahari Direkam Para Ilmuwan

Matahari telah menjadi inspirasi bagi ratusan lagu, tapi sekarang para ilmuwan telah menemukan bahwa bintang di pusat sistem tata surya kita itu memproduksi musik sendiri.

Astronom di University of Sheffield telah berhasil merekam untuk pertama kalinya harmoni musik menakutkan yang dihasilkan oleh medan magnet di atmosfer luar matahari.

Mereka menemukan bahwa loop magnetik besar yang melingkar jauh dari lapisan atmosfer luar matahari, yang dikenal sebagai loop mahkota, bergetar seperti senar pada alat musik.

Dalam kasus lain, mereka berperilaku lebih seperti gelombang suara saat mereka berjalan melalui instrumen angin.

Menggunakan citra satelit dari loop ini, yang panjangnya dapat lebih dari 60.000 mil, para ilmuwan mampu menciptakan suara dengan mengubah getaran yang terlihat menjadi suara-suara dan mempercepat frekuensi sehingga terdengar ke telinga manusia.

Profesor Robertus von Fay-Siebenburgen, kepala kelompok riset fisika surya di Universitas Sheffield, mengatakan: "Sangat indah dan menarik untuk mendengar suara-suara ini untuk pertama kalinya dari sumber yang besar dan kuat ini .

"Ini adalah jenis musik karena dia memiliki harmoni.

"Hal ini memberi kita cara baru untuk belajar tentang matahari dan memberi kita wawasan baru tentang fisika yang berlangsung di dalam lapisan luar matahari di mana suhu mencapai jutaan derajat."

Loop koronal dianggap terlibat dalam produksi jilatan api matahari yang melemparkan partikel bermuatan ke angkasa, menciptakan sebuah fenomena yang dikenal sebagai badai angkasa.

Ketika aktivitas matahari meningkat, badai angkasa yang dihasilkan dapat menghasilkan bencana di bumi, menghancurkan peralatan elektronik, jaringan daya terlalu panas dan merusak satelit.

NASA pekan lalu memperingatkan bahwa aktivitas matahari yang mulai meningkat menyusul periode diperpanjang aktivitas rendah dan menuju tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya membuang energi magnetik ke dalam tata surya hingga tahun 2013.

Profesor Fay-Siebenburgen mengatakan penelitian  musik "matahari" akan memberikan cara baru dalam memahami dan memprediksi jilatan api matahari sebelum terjadi.

Loop koronal bergetar dari satu sisi ke sisi lain karena mereka "dipetik" seperti senar gitar oleh gelombang ledakan dari ledakan di permukaan matahari.

Para ilmuwan juga menemukan loop bergetar mundur dan maju dengan cara yang meniru gelombang akustik dalam instrumen angin.

Penelitian Profesor Fay-Siebenburgen terungkap saat Universitas Sheffield meluncurkan sebuah proyek baru, yang disebut Proyek Sunshine, yang ditujukan untuk menemukan cara-cara baru untuk memanfaatkan dan memahami kekuatan matahari.

Dia berkata: "Loop ini berosilasi seperti dawai pada gitar atau udara dalam instrumen angin. Seiring waktu gelombang mati dan memberitahu kita bahwa hal-hal baru tentang fisika di atmosfer matahari."

Read More : Musik Matahari Direkam Para Ilmuwan

Ilmuwan Temukan 450 Planet

Merkurius, Venus, Bumi, Mars, Jupiter, Saturnus, Uranus, Neptunus, dan Pluto. Ternyata bukan hanya sembilan planet itu yang eksis di alam semesta. Sejak 1995, para peneliti menemukan sedikitnya 450 planet yang terletak di luar tata surya kita atau dikenal dengan nama eksoplanet.



Selain "anak baru" di kelas Hot Jupiters, ada beberapa planet lain yang memiliki keunikan tersendiri. Ada yang sudah sangat tua sampai ada yang mirip sekali dengan bumi. Primeval world, atau planet tertua yang usianya sekitar 12,7 miliar tahun. Para ilmuwan menduga planet tersebut terbentuk sebelum bumi, dan hanya selisih 2 miliar tahun dari kejadian Big Bang (ledakan besar, yang akhirnya membentuk planet dan benda angkasa lainnya di tata surya kita). Artinya, bisa diperkirakan bahwa kehidupan mungkin sudah terjadi lebih awal.
Ada planet 51 Pegasi b, yang mirip planet Jupiter. Planet dengan julukan Bellerphon ini memiliki suhu permukaan yang sangat panas dan terletak pada gugus bintang Pegasus. Nama Bellerphon, menurut mitos

Yunani, berarti pahlawan yang menjinakkan kuda bersayap Pegasus.
Sedangkan Gliese 581 C adalah eksoplanet yang sangat mirip bumi. Kendati memiliki rupa yang hampir sama dengan bumi, ukuran planet tersebut separuh lebih besar dan lima kali lebih padat ketimbang bumi. Para peneliti masih mendalami apakah ada kehidupan di planet "kembaran bumi" itu.
Read More : Ilmuwan Temukan 450 Planet

6.21.2010

NASA Ingatkan Badai Meteor Terbesar Dekade Ini Terjadi 2011

Satelit-satelit seperti Hubble Space Telescope dan Stasiun Luar Angkasa Internasional menghadapi ancaman badai meteor yang diperkirakan terkuat dalam satu dekade ini.

Hubble Space Telescope adalah teleskop luar angkasa yang dibawa ke antariksa oleh pesawat luar angkasa pada April 1990. Teleskop tersebut mengambil nama astronom Amerika Edwin Hubble.

Para astronom di Badan Antariksa Amerika Serikat (NASA) memperkirakan badai meteor yang bakal terjadi selama tujuh jam tahun depan bisa menghantam satelit di luar angkasa dan merusak peralatan elektronik di dalam satelit tersebut.

Para ilmuwan NASA mengatakan badai yang berisi puing-puing komet tersebut akan menghasilkan pemandangan spektakuler bagi orang-orang yang suka melihat bintang di angkasa.

NASA mengatakan badai yang melewati orbit bumi di sekitar matahari setiap Oktober datang dari hujan meteor yang disebut Draconids. Nama Draconids diambil karena meteor-meteor tersebut mengalir dari arah peta bintang Draco. Hujan tersebut juga diberi nama Giacobinids karena mengambil nama dari komet yang melempar mereka, Giacobini-Zinner.

Para ilmuwan di NASA mengaku belum tahu seberapa serius dampak dari badai tersebut. Tetapi para operator pesawat-pesawat luar angkasa telah diberitahu agar mengembangkan mekanisme pertahanan diri.

NASA pun saat ini sedang mempertimbangkan untuk memindahkan stasiun luar angkasa internasional dan Hubble Space Telescope ke wilayah yang kemungkinan tidak terkena badai.

Perjalanan luar angkasa juga bisa dilarang sampai ancaman badai meteor tersebut berakhir.

Selain ancaman fisik ketika badai menghantam secara langsung, gelombang medan listrik statik dari badai tersebut bisa membakar peralatan elektronik yang vital.

Intensitas badai biasanya rendah tiap tahun, tetapi bisa meningkat secara drastis setiap 13 tahun ketika bumi melewati wilayah terpadat dalam aliran tersebut.

Intensitas tertinggi terjadi pada 1933 ketika badai mengeluarkan 54 ribu meteor per jam. Sementara, pada 1946, tercatat 10 ribu meteor.

Jumlah meteor terbanyak dalam badai tersebut pada 1998 mencapai ratusan setiap jam.

Dr William Cooke dari Meteoroid Environment Office NASA di Alabama mengatakan pihaknya sudah menyiapkan langkah antisipatif untuk menghindari masalah akibat badai tersebut.

Menurut prediksi dari program komputer COoke menyimpulkan ratusan meteor per jam bisa terlihat dari bumi pada 8 Oktober tahun depan.
Read More : NASA Ingatkan Badai Meteor Terbesar Dekade Ini Terjadi 2011

6.17.2010

hanya ada aku iank selalu perhatikan dirimu
tapi setelah ini terjadi tag pernah aq menemuimu lagi dalam khayalku
maupun dalam hidupku
kau pergi entah ke bagian bumi mana sehingga aq tag menemukanmu lagi dalam setiap nafas iank selalu bergetar.
kau sudah tag pernah pedulikan aq lagi
dan sesudah ini aq pun sama tag akan mengenalmu lagi
kau kecewa terhadapku.....
tapi aq lebih kecewa pada sikapmu
ini bukan kisah cinta kawan
ini kisah persahabatan iank aq jalin denganmu
iank telah kau putuskan karna cintamu
aq terima dan aq sudah ikhlaskan
angin dan bukan bayu karna aq tag pernah  suka akan bayu...

aq mengerti betapa kau sakit dengan apa iank aq katakan
karna ku sadar hal ini akan membuatmu membenci padaku

kau memang sempat menghiasi hariku dengan warna
namun sekarang kau bagiku adalah orang asing iank tag pernah aq kenal selama ini

terima kasihku ku ucapkan padamu wahai teman iank memusuhiku
Read More :

  © Blogger templates The Transformers by Blog Tips And Trick 2009